Sehabis Idul Fitri Agustus 2012 lalu, langkah kaki ini memanggil untuk segera jalan-jalan. "Gunung, gunung, gunung." Sudah kangen rasanya ingin ngebolang di gunung. Merasakan hawa panas di siang hari dan hawa dingin yang terbalut hangat api unggun di malam harinya. Edelweis yang selalu menggoda dengan segala ceritanya, serta puncaknya yang selalu aku dambakan. Memang gunung selalu ngangenin. Ckckck ...
Yang pertama cari partner. Anak-anak sekre Astacala pasti siap jalan. Dan kebetulan si Nganga ngajakin ngebolang buat Caving. Yah, lumayan lah, yang penting jalan-jalan, meskipun gak ke gunung. Alhasil kita janjian h-2 minggu kuliah sudah di Bandung untuk mempersiapkan perjalanan. Gembar-gembor di fb biar yang lain pada ingin ikutan juga. Itung-itung buat porter bawain alat kalo jadi Caving, hehehe..
Yah, namanya juga berencana, Allah juga yang menentukan. Sesampainya di sekre, ada orang, tapi tidak cukup untuk melakukan sebuah perjalan Caving sesuai standar perjalanan yang ada. Si Nganga ngambek mau pulang ke Jakarta, rencana berubah jadi ke gunung. Akhirnya pilihan jatuh pada Gunung Cereme yang, karena selain dekat, aku belum pernah kesana. Berbekal peta BAKOSURTANAL, kami ber-enam (Aku, Nganga, Gianto, Diki, Cirit, dan Kiting) memulai perjalanan menapaki kawah gn.Cereme.
JALUR TRANSPORTASI
Dari Bandung kami menaiki Elf sampai Cirebon dengan harga Rp 35.000,00/orang. Lebih disarankan naik bus jurusan Cirebon karena lebih nyaman dan harganya tidak jauh berbeda. Sampai Cirebon, dilanjutkan naik Elf dengan harga Rp 10.000,00/orang untuk sampai ke pertigaan Linggajati. Dari Linggajati menuju pos Basecamp bisa ditempuh dengan angkot carteran, dengan harga sekitar Rp 50.000,00 - Rp 60.000,00.
JALUR PENDAKIAN
Untuk mencapai puncak gn.Cereme terdapat tiga jalur yang bisa dilalui. Jalur pertama melalui Apuy, sebuah jalur terpendek dengan pendakian cukup curam. Yang kedua Linggajati, dan ketiga adalah jalur Palutungan. Kami memilih jalur Linggajati untuk pendakian, dan jalur Palutungan untuk jalan pulang.
Jalur Palutungan menurut para pendaki merupakan jalur terberat dengan tanda-tanda jalur yang jelas. Dimulai dari pos Basecamp tempat mendaftarkan diri dan mebayar premi asuransi, kami bermalam di Cibunar. Cibunar jaraknya berdekatan dengan pos Basecamp, ditempuh dengan jalan kaki sekitar 15-20 menit. Cibunar adalah tempat satu-satunya untuk menyiapkan perbekalan air di saat musim kemarau. Sesudah pos Cibunar, pada musim kemarau gn.Cereme sulit menemukan air.
|
Pos Perijinan Jalur Linggajati |
Pos Cibunar berada pada ketinggian sekitar 700 mdpl dan tujuan ku untuk bermalam di hari kedua adalah pos Sangga Buana yang berada di ketinggian 2500 mdpl. Hari pertama pendakian adalah hari yang cukup melelahkan, karena jalur trekking yang panjang. Persiapkan cadangan air yang cukup banyak agar tidak kehabisan air di tengah jalan.
Beberapa pos yang kami lewati adalah Cibunar - Leuweng Datar - Condang Amis - Kuburan Kuda - Pangalap - Batu Lingga - Sangga Buana (CMIIW, karena hanya berdasarkan ingatan). Di sepanjang perjalanan, didominasi dengan Hutan Gunung yang cukup lebat dengan jalur yang terlihat jelas. Selain itu, debu sangat tebal mengikuti tiap langkah kaki kami, disarankan untuk membawa maske apabila tidak tahan terhadap debu. Foto-foto perjalanan ke Sangga Buana :
Keesokan paginya kami melanjutkan perjalanan hingga sampai ke puncak. Jalur dari Pangasinan hingga ke puncak di dominasi dengan batu-batuan gunung yang menanjak. Debu semakin banyak di jalur ini hingga ke puncak. Pangasinan adalah batas vegetasi terakhir di jalur pendakian Linggajati.
|
Istirahat sejenak di shelter Pangasinan |
|
Pangasinan |
Setelah jalan menanjak yang cukup panjang, akhirnya puncak yang dinanti-nanti digapai. Lelah, campur keringat akibat kepanasan terbayar dengan pemandangan kawah Cereme yang menganga luas. Kami menghabiskan beberapa jam di puncak untuk istirahat dan mengabadikan momen.
Waktu beranjak siang, matahari tepat berada di atas kepala. Saatnya untuk turun. Kami memutari bibiran kawah Cereme mencari jalur menuju Palutungan. Jalur turun menuju Palutungan didominasi dengan batuan gunung juga. Pada jalur turun ini, terbagi menjadi dua, apabila kita mengambil arah kanan saat pertigaan, kita akan turun lewat jalur Apuy, sedangkan kiri untuk ke Palutungan.
Jalur turun melewati beberapa variasi jalan. Jalan berbatu di awal, kemudian di tengah-tengah jalan terdapat Goa Walet yang mulu goanya sangat besar, dan hutan gunung setelah goa Walet sampai ke pos bawah. Banyak sekali papan-papan pengumuman di tiap pos yang mengingatkan untuk tidak berbicara dan buang air kecil sembarangan. Mungkin ini adalah pantangan yang harus diingat oleh setiap pendaki saat mendaki gunung apapun.
Akhirnya kami sampai di pos terakhir di kaki gunung Cereme. Pemandangan indah ala perkebunan di depan mata. Aku tidak dapat menutupi rasa kangenku pada kehidupan kota.
Foto-foto Perjalanan:
|
bersama anak Karemata IPB |
|
Om-om beken I |
|
Om-om beken II |
|
Om-om beken III |
|
yang tengah off I :V |
|
yang tengah off II :V |
|
Jalan menuju goa Walet |
|
Mulut goa Walet |
|
Papan penunjuk arah |
|
Pos Palutungan, kaki gunung Cereme |
salam,
2 comments:
nice :)
thanks mar :)
Post a Comment